Jumat, 23 November 2007

Prinsip ke- 1: Kesempurnaan Islam


“Islam adalah sistem menyeluruh yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan umat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah akidah yang lurus dan ibadah yang murni, tidak kurang dan tidak lebih”.

Uraian dan penjelasan

Islam secara umum berarti berserah diri kepada Allah secara totalitas, tunduk dan patuh sepenuhnya kepada perintah-perintah-Nya. Allah SWT berfirman;
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang ia pun mengerjakan kebaikan”. (An- Nisa:125).
Ketaatan dan kepatuhan itu disyaratkan harus tulus, bukan karena ketundukan terpaksa kepada Allah. Allah SWT berfirman;
“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nyalah menyerahkan diri segala apa yang ada di langit dan bumi, baik dengan suka maupun terpaksa, dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan”. (Ali ‘Imran:83).
Setiap mahluk tunduk kepada Allah dan hukum-hukumnya dalam hal keberadaannya, hidup, maupun matinya. Manusia sama seperti mahluk-mahluk yang lain dalam ketundukan yang bersifat terpaksa ini.
Adapun kepatuhan tulus kepada Allah, inilah esensi Islam yang manusia dituntut untuk melaksanakannya. Kepatuhan inilah yang berkaitan dengan pahala dan siksa. Indikasinya adalah kepatuhan penuh kepada syariat Allah dengan penuh keridhaan dan keikhlasan, tanpa catatan, tanpa syarat, dan tanpa cadangan. Islam dengan makna yang demikianlah, agama yang diridhai disisi-Nya.
Islam sebagaimana diuraikan diatas mempunyai dua sifat pokok yaitu nizham dan syumuliyah.
Nizham menurut bahasa adalah sesuatu yang anda gunakan untuk merangkai atau menata sesuatu, berupa benang maupun lainnya. Pokok sesuatu dan cabang-cabangnya. Nizham dapat pula berarti pedoman atau jalan yang harus dilalui.
Jika kemudian dikatakan bahwa Islam adalah nizham, hal ini memberikan gambaran bahwa seluruh aspek Islam, baik berupa akidah, ibadah, akhlak, hukum dan perundang-undangannya terangkai dengan satu rangkaian yang diikat oleh Islam. Disamping itu juga menggambarkan adanya interaksi yang kuat diantara aspek-aspek tersebut dalam Islam. Sasaran dan tujuan nizham Islam adalah menyiapkan manusia dan masyarakat yang benar-benar terwarnai dengan celupan Ilahi. Disamping itu juga membangun peradaban baru yang mampu merumuskan secara seimbang dan jelas bagaimana hubungannya dengan Allah, manusia dan alam.
Syumul, secara bahasa berarti meliputi segala sesuatu, artinya Islam adalah sebuah ajaran yang penjelasan dan rinciannya meliputi segala sesuatu. Universalitas Islam meliputi waktu, tempat, dan seluruh bidang kehidupan. Hasan Al Banna berkata, “Risalah Islam mempunyai jangkauan yang sangat panjang sehingga berlaku sepanjang zaman. Ia juga mempunyai jangkauan yang sangat lebar sehingga berlaku bagi seluruh umat, dan jangkauan yang sangat dalam sehingga mencakup seluruh urusan dunia dan akhirat”.

Allah SWT berfirman:
“Dan kami turunkan kepadamu Alkitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu….” (An Nahl:89).

“Al Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu…..” (Yusuf:111).

“Tiadalah kami alpakan sesuatu pun di dalam Al Qur’an”. (Al An’am:38).

“Sesungguhnya Agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam”. (Ali ‘Imran:19).

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (Ali ‘Imran:85).

“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu, telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam sebagai agama bagimu”. (Al Ma’idah:3).

Setelah memberikan penjelasan dengan global, Imam Syahid memerincinya untuk menjelaskan esensi universalitas Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Beliau berkata. “Islam adalah Negara dan tanah air, pemerintah dan umat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah akidah yang lurus dan ibadah yang murni, tidak kurang dan tidak lebih”.

Islam adalah Negara

Daulah (negara) menurut para pakar tata negara adalah sekumpulan manusia yang bermukim secara permanen pada satu wilayah dan mempunyai penguasa yang memerintah, menguasai, serta mengatur urusan mereka di dalam maupun di luar negeri. Berdasarkan hal diatas, maka syarat sebuah negara adalah adanya umat, tanah air dan penguasa yang memerintah. Berkenaan dengan itu, bahwa dalam Islam, negara dibangun berdasarkan landasan ideologis yang tidak lain adalah Islam. Ia adalah negara akidah, bukan nasionalis, rasialis, maupun regionalis.
Allah SWT berfirman:
“Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (Al Anbiya’:107).

“Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada seluruh umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan…..” . (Saba’:28).

Daulah tidak dapat tegak kecuali diatas dasar-dasar dan rukun-rukun. Hal itu telah disinggung oleh Imam Syahid untuk mengingatkan bahwa Islam dengan sistemnya telah mencakup semuanya, yaitu:
1. Wathan (bumi dan tanah air)
Menurut pandangan Islam definisi wathan adalah suatu tempat yang diperintah oleh akidah, sistem hidup, dan syariat dari Allah. Jadi dapat disimpulkan bahwa negeri muslim adalah seluruh wilayah Islam yang ketika Islam masuk penduduknya tinggal disana, atau wilayah-wilayah yang dikuasai oleh kaum muslimin, pemerintahan negara Islam berdiri, dan memberlakukan hukum-hukumnya disana.

2. Umat
Umat adalah sekelompok manusia yang disatukan oleh ikatan tertentu yang menjadikan mereka sebagai komunitas istimewa yang saling menyatu dan ingin hidup bersama dengan penuh ketenteraman. Ikatan yang dimaksud adalah ikatan akidah. Ikatan ini tidak mempedulikan perbedaan-perbedaan ras, bahasa, maupun daerah karena akidah Islam yang menyatukannya. Dalam hal ini Imam Syahid berkata, “Dari sinilah maka jamaah yang mengimani Islam, betapapun berbeda negeri, warna kulit, ras dan sukunya, menurut tradisi Islam seluruhnya merupakan satu umat yang sangat kuat pegangannya dan sangat agung ikatannya. Hubungan mereka telah sampai pada derajat persaudaraan yang tulus, kemudian meningkat menjadi kecintaan, dan meningkat lagi sampai tingkat itsar (mendahulukan kepentingan orang lain)”.
Allah SWT berfirman:
“Dan orang-orang yang beriman, baik laki-laki maupun perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain”. (At taubah:71).

“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara”. (Al Hujurat:10).

3. Hukumah (Pemerintahan)
Hukumah yaitu kekuasaan yang memerintah, ia merepresentasikan jati diri umat secara utuh, mengatur urusan social, ekonomi, pertahanan, manajemen politik dalam negeri, dan menata hubungannya dengan negara lain. Semuanya itu diatur dan dikelola dengan kekuasaan yang dimilikinya, baik kekuasaan materil maupun spiritual.
Ketaatan kita kepada para pemimpin (pemerintah) sangat terkait dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya ketaatan itu hanyalah dalam hal yang ma’ruf”. (Mutafaq alaih).

“Tidak ada ketaatan kepada mahluk dalambermaksiat kepada Al Khaliq”. (Dikeluarkan oleh Abu Nu’aim).
Dengan demikian yang dimaksud pemerintah oleh Imam Syahid adalah pemerintah Islam yang diantara karakteristiknya yang khas adalah bersifat qurani dan syura.
Allah SWT berfirman:
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya”. Al A’raf:3).

“ Hendaklah engkau memutuskan hukum diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka”. (Al Ma’idah:49).

“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu”. (Ali ‘Imran:159).

Islam adalah Akhlak

Akhlak menurut bahasa berarti tabiat dan perangai. Menurut konsepsi Islam, ia adalah insting dalam diri manusia yang telah diciptakan oleh Allah dan menuntunnya untuk menyukai sifat-sifat tertentu serta membenci sifat-sifat yang lain.
Allah SWT berfirman:
“Dan jiwa serta penyempurnaannya (Ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”. (Asy Syams:7-10).
Islam telah menjadikan tolak ukur untuk menentukan baik dan buruk berkaitan dengan sistemnya yang komprehensif dan tidak bertentangan dengan fitrah yang sehat, serta tidak berlawanan dengannya. Ia memandang bahwa akhlak merupakan komitmen hokum-hukum syariat dalam semua bentuk taklif yang menghubungkan manusia dengan Khaliqnya berkaitan dengan masalah akidah dan ibadah, selain mengaitkannya dengan sesamanya dalam aspek muamalah. Karena itu, ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah, Aisyah r.a menjawab, “Akhlaq Beliau adalah Al Qur’an”. (HR. Muslim).

Islam adalah Kekuatan

Dalam tatanannya, Islam telah memberi perhatian besar kepada aspek kekuatan sebagaimana perhatian yang diberikannya kepada pokok-pokok kehidupan primer yang lain, dan menganggap kedudukannya sangat penting demi melindungi akidah dan umatnya, menggentarkan dan menimbulkan rasa takut di dalam hati musuh-musuhnya, serta menghancurkan segala kekuatan yang menghalangi laju penyebaran akidah ini, yang hendak menempatkan dirinya sebagai Tuhan, yang memaksakan undang-undangnya dan tidak mengakui ketuhanan serta kekuasaan Allah SWT.
Imam Syahid berkata, “Islam tidak melalaikan aspek kekuatan ini, bahkan menjadikannya sebagai salah satu kewajiban yang pasti, serta tidak membedakannya dengan shalat dan puasa dalam hal apapun. Tidak satupun sistem di dunia ini, baik dahulu maupun sekarang yang memberikan perhatian kepada aspek ini sebesar perhatian yang Islam berikan kepadanya.
Allah SWT berfirman:
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja kamu sanggupi dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan itu) kamu menggetarkan musuh Allah, musuhmu….”. (Al Anfal:60).

“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui”. (Al Baqarah:216).
“Hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat berperang di jalan Allah. Barangsiapa yang berperang di jalan Allah, kemudian gugur atau mendapat kemenangan maka akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar”. (An Nisa’:74).
Kekuatan dalam Islam didasarkan kepada tiga landasan, yaitu kekuatan akidah dan iman, kekuatan persatuan dan ikatan, serta kekuatan fisik dan senjata.
Demikianlah, Islam adalah agama kekuatan dengan segala makna yang terkandung di dalamnya. Kuat di bidang akidah, tarbiyah, pengajaran dan kebudayaan, kehidupan sosial, hukum dan perundang-undangan, hubungan luar negeri, berinteraksi dengan musuh, dan dalam segala aspek kehidupan. Ada suatu hal yang ditekankan oleh Imam Syahid bahwa dalam pandangan Islam, kekuatan selalu berdampingan dengan akhlak, tidak dapat dipisahkan satu sama lain.