Senin, 08 Oktober 2007

ISRAMU

Isramu, IsramuPosted by Kopral Geddoe under Islam , Trivia

Get a grip, this would be rather blasphemous…

…Or maybe not. But get a grip anyway, just to be safe.

Berdasarkan pengamatan saya selama hampir delapan belas tahun dicap sebagai orang Islam (terkecuali oleh beberapa yang memberi label kafir, tapi itu kita abaikan saja dulu), saya, dan seharusnya anda juga, tentunya sadar bahwa kultur Islam sudah distereotipkan dengan kultur Arab.

Nilai-nilai ‘Islami’ sendiri hanyalah campuran dari kebajikan universal dan kultur Arab. Ini tentunya berlaku pada semua agama. Kasih sedekah pakai sorban adalah spirit ‘Islami’. Kasih sedekah pakai crucifix adalah spirit ‘kasih Kristus’. Dan seterusnya, dan seterusnya.

Ujung-ujungnya, kebaikan yang dibawa oleh agama adalah universal. Klise dan monoton. Berbuat baik — itu saja. Sisanya adalah produk budaya

Tapi, ya, mau bagaimana lagi? Manusia ‘kan butuh
identitas. Sedangkan sisi-sisi kebajikan universal adalah netral — relatif sama rata pada agama manapun, sehingga dengan memperkaya sisi ini ‘identitas’ tidak akan didapat. Akan sama saja, tidak peduli apakah anda seorang sunni, syiah, katolik, protestan, buddhis, hindi, salafi, sufi, gnostik, kejawen, mormon, saksi Yehovah, sikh, agnostik, pantheis, deis, atheis, ataupun penyembah setan

Nah, dari sinilah keinginan untuk mengeksploitasi sisi budaya dari agama muncul. Akhirnya mulailah jenggot dipanjangkan, celana dilipat, tanda salib dipajang di sekujur badan, dan seterusnya, dan seterusnya. Barulah kelihatan, kalau anda itu agamanya apa

Tapi saya tidak akan cuap-cuap mengenai itu. Saya bukan seorang penganut agama yang baik. Saya cuma akan menelaah dari kaca mata saya sebagai seorang seniman amatiran dan tukang khayal profesional

Pertanyaannya, kenapa Kristianitas jadi identik dengan katedral-katedral indah? Kenapa Islam jadi identik dengan budaya timur tengah? Sederhana, semuanya tergantung di mana agama-agama tersebut berkembang. Silakan anda bayangkan sendiri– kebudayaan setempat pun lama-lama terpatri dalam identitas agama itu sendiri.

Sudah cukup mukadimahnya Sekarang mari mulai berkhayal. Bagaimana kalau seandainya nabi Muhammad SAW tidak terlahir di timur tengah?

Bagaimana kalau dulu Tuhan memilih untuk menurunkan sang Rasul di Jepang?
.
.
.
Berikut beberapa hipotesis, yang seterusnya bisa diupdate

*mulai mengkhayal*
Umat Islam tidak akan menyapa sang Khalik dengan sebutan Allah– mungkin akan digantikan dengan nama Kamisama.

Rasulullah tentunya tidak akan bernama Muhammad. Bisa jadi namanya akan menjadi Homeru.
Nama Islam sendiri mungkin akan digantikan dengan nama… Hmm… Koofuku, mungkin? Atau Isramu?

Al-Qur’an mungkin akan dikenal dengan nama Dokusho– tentunya tertulis dengan
kaligrafi Jepang. Mengaji pun, akan menggunakan bahasa Jepang

Jangan mengharapkan kubah di masjid-masjid. Yang ada adalah
torii, layaknya yang terdapat di jinja-jinja.

Ibadah haji akan diselenggarakan di sekitar gunung Fuji. Istilahnya akan menjadi naik Fuji, bukan naik Haji. Gelar yang didapat setelah melaksanakannya pun adalah Fuji. Guru-guru mengaji (dalam bahasa Jepang) pun akan dipanggil dengan sapaan Pak Fuji — Fuji Amir, Fuji Husin, dan seterusnya.

Baju kebesaran para ulama tentunya tidak lagi celana di atas mata kaki, jenggot berjuntai-juntai, serta sorban. Melainkan
kimono melar, waraji, lengkap dengan kepala botak a la samurai.

Akan susah membedakan antara seorang
otaku dengan kaum puritan Islam– namanya bakal sama-sama sok Jepang. Mas AntoSalafy misalnya, mungkin akan memakai nama Anto Asakura.

Panganan buka puasa yang laris tentunya bukan kurma. Mungkin ibu kita akan membelikan
botamochi untuk buka puasa.

Baju lebaran pastinya bukan baju-baju a la baju kurung lagi. Jutaan umat Isramu akan memakai
kimono untuk shalat ied.

Kaligrafi Jepang “Kamisama” dan “Homeru” bakal digantung di kuil-kuil Isramu masjid-masjid.
Istilah masjid sendiri mungkin akan diganti menjadi… *lihat-lihat etimologi*Ah, mungkin menjadi hashira.

Shalat (inori) sendiri tentunya bakal berbahasa Jepang.

Tukang bikin zina tidak akan dirajam. Melainkan disuruh
seppuku.

Terminologi jihad (versi peyoratifnya) tidak akan pernah populer. Yang ada adalah… Kamikaze, tentunya.

Kiblat akan diarahkan ke Asia timur. Entah dimana. Atau mungkin tidak. Entahlah.
Tokyo Tower mungkin?

Aksi kaum ekstrimis Isramu bakal lebih canggih, dibumbui ilmu-ilmu
ninjawi.

Anime bakal lebih merakyat. Pasalnya bocah-bocah penerus bangsa sudah lumayan mahir membaca aksara-aksara Jepang dan memahami bahasa negeri Sakura sejak kecil. Untuk apa?

Mengaji tentunya. Membaca
Al-Qur’anDokusho.

Jamaah Tabligh akan terlihat seperti gerombolan klan samurai tak bertuan. Tentunya akan menarik simpati lebih banyak anak muda…

Mungkin, sudah banyak anime yang mengangkat tema
perang Bad’r. Poster Hamzah ibn Abdul Muttalib yang bertampang bishonen akan banyak dijual di tepi-tepi jalan.

Tunggu, tentunya beliau tidak akan bernama Hamzah. Pokoknya nama Jepang Perang Bad’r-nya juga… Mungkin jadi Perang
Harima.

*terbangun*
Ah, kalau ada yang berniat, silakan menambahkan. Nanti akan saya update
p. s. Perlu dibikin versi Tiongkoknya? Versi Latin? Maya? Afrika? Btw obrolan ini terinspirasi dari chat sama
Mbak Hiruta.

Tidak ada komentar: